Hi, Assalamualaikum. Rasanya sudah lama aku tidak menulis tentang curhat atau opiniku terhadap sesuatu. Kali ini pembahasannya mengenai Ibu Bekerja. Emang gak pernah ada habisnya sih membahas peran perempuan di dunia ini sebagai “Ibu Bekerja Vs Ibu Rumah Tangga”. Kedua peran itu begitu penting untukku. Apalagi di masa saat ini dimana banyak kok parenting syle yang bisa dipelajari untuk ibu bekerja.
Jadi kapan hari aku mendapat pertanyaan, “kok masih kerja, masih ada yang dikejar ya?”. Jujur pertanyaan gak dalam rangka nyinyir, biasa aja tapi entah kenapa dihatiku jadi “deg”. Dalam hati “iya ya ngapain kok masih kerja”. Aku pun menjawab hanya dengan senyuman walau aslinya kepikiran. Makin lama makin kepikiran dan aku pun perlu media untuk mencurahkan. Karena aku memang sesibuk itu dengan pekerjaanku saat ini yang membuatku gak sempat journaling rutin seperti biasanya, akhirnya aku pun menulisnya di media sosial.
Kok masih kerja sih, emang ngejar apa? Mendadak dapet pertanyaan gitu.. jujur agak gimana gitu kan.. Apalagi aku di fase pengen resign tapi masih berusaha bertahan..
Kenapa jadi ibu bekerja? Gak munafik ingin punya penghasilan sendiri dan pasti tiap bulan ada. Punya jaminan kesehatan mulai dari BPJS, asuransi swasta dan reimburs plafon kesehatan. Pengen punya tunjangan dari liburan sampe biaya anak sekolah (pilih salah satu tapi yak.. )
Karena aku tahu betul gimana rasanya “dibawah”, menggantungkan biaya sekolah dari beasiswa 1 ke beasiswa lainnya. Gimana rasanya uang saku dapet dari ngajar les dan nulis. Alhamdulilah Allah kasih akal yang mungkin “lebih” pada saat itu (saat ini belum tentu)
Lalu suaminya kemana? Gak ngasih nafkah..? Ngasih kok dan cukup untuk hidup.. malah ada asuransi lain juga yang dapet dari kantornya…
Tapi udah tahu kan kamu generasi 90an rata-rata generasi roti lapis… Apalagi aku yang jadi anak tunggal tapi ditinggal meninggal Ayah dari usia 6 bulan.. tunggal sih tapi ada tapinya kan ya… Mau ga mau aku ingin memberikan yang terbaik bagi bundaku, pun bagi suami untuk mamanya…
Lagipula jangan salah, tahun ini rasanya udah mulai end up kerja…
Mau ngejar apa? Itu juga jadi pertanyaan diri sendiri. Karir ya gini-gini aja… Anak perlu perhatian khusus apalagi si Kaka Nurani udah tegak diagnosanya sebagai anak dengan diseleksia.. aku harus pintar bagi waktu antara pekerjaan kantor dan ibu belum lagi istri.. peran yang kurang banget aku lakukan rasanya.
Galau… Galau banget…
But balik lagi… Aku masih diposisi ini.. cuma mau berusaha sampe sejauh mana aku bisa melakukan semua.. aku cuma mau jadi terbaik untuk peran yang aku miliki saat ini.. udah gitu aja..
Nulisnya sambil berkaca-kaca keinget semalem dedek pun habis jatuh jadi di kantor juga kepikiran di rumah gimana. Sambil ngejar pendingan biar bisa “teng go” … Sekian sesi curhat dadakan.
Sebenarnya banyak faktor kok kenapa aku masih bekerja yang kurang lebih sudah aku utarakan, suami pun mendukungku dan mengatakan bahwa ya kalau segalanya begitu sulit anggap bekerja adalah ibadah. Toh aku meninggalkan anak di rumah semata-mata untuk kebaikan mereka di masa depan bukan bermaksud untuk menelatarkan. Sebagai ibu bekerja, aku bukan berarti melepas tanggung jawabnya sebagai ibu bagi anak dan istri bagi suami.
Saat dirumah, aku akan bertemu dengan anak dan sebisa mungkin berinteraksi dengan baik dan menemaninya untuk bermain, belajar dan beribadah apalagi anak pertamaku sudah memasuki TK dan dia merupakan anak dengan diseleksia yang perlu perhatian lebih. Ketika suami meminta dilayani seperti membuatkan minum atau makan maka aku akan memintanya menjaga anak-anak agar aku bisa mengerjakan yang lain. Jika anak sudah siap tidur ditemani ayahnya, maka aku akan menyelinap sejenak untuk beberes atau mengerjakan rumah tangga yang lain serta menyelesaikan urusan untuk diriku sendiri.
Semua itu kurang lebih sama dengan ibu lainnya. Bedanya aku tidak bisa 24 jam mengerjakan hal itu,,, ada 8-10 jam aku harus berada di luar rumah. Sisanya 14-16 jam aku akan di rumah dikurangi 5-8 jam untuk tidur. Maka management waktu berperan penting di kehidupan ibu bekerja. Setiap waktu yang dihabiskan berharga jangan sampai terbuang begitu saja. Walau kadang rasanya terseok-seok tapi jelas itu kadang tidak terlihat bagi sebagian orang.
Bagaimana dengan ibu rumah tangga atau ibu stay at home? jujur aku belum pernah merasakannya. Paling saat aku menjalani cuti pasca melahirkan dimana aku di rumah saja. Lebih banyak waktu untuk membersamai anak dan tentunya banyak waktu untuk membereskan urusan rumah tangga. Menyenangkan sekaligus melelahkan juga. Tahu sendiri kan pekerjaan rumah tangga itu justru tidak ada habisnya. Maka ibu yang memutuskan stay at home pun itu luar biasa hebat. Bahkan tidak jarang kan ibu mendapat pertanyaan yang berbalik seperti “ngapain sekolah tinggi-tinggi tapi ujungnya cuma jadi ibu rumah tangga?”. Padahal ibu rumah tangga itu bukan “cuma” .
Yang jelas harus disadari buat setiap perempuan yang sudah menikah dan punya anak, ingin menjadi ibu bekerja atau ibu rumah tangga atau ibu bekerja di rumah itu adalah pilihan. Sebagai manusia tentu kita yang bisa menentukan peran mana yang terbaik untuk kita lakoni sebaik mungkin pula. Tidak asal pilih apalagi hanya karena pendapat orang lain. Semunya balik dengan kita. Mungkin tulisan ini menjadi abu-abu tapi ya memang harus begitu…
Semangat !!!
Aku percaya setiap ibu pekerja pasti sudah punya alasannya, dan lagi-lagi masih menurutku, orang luar tidak pada posisi untuk nge-judge, salah atau benar, ideal atau tidak ideal.
Selaku muslimah, hanya ridho suami yang jadi dasar, kalau doi memberikan restu. Go for it!
Keep calm and stay positive, Mak!
Mau ibu bekerja atau IRT, selalu ada aja yang bertanya “kenapa begini kenapa begitu” hehehe. Saya setuju banget kalau semuanya kembali ke pilihan masing-masing. Pasti setiap orang ada pertimbangannya sendiri. Dan tentang quality time, IRT pun gak semuanya lebih punya kualitas yang baik bersama anak-anak dari ibu yang bekerja.
Mirnaa, buat aku ibu bekerja itu juga keren banget dan usahanya double double karena harus bisa menyeimbangkan pekerjaan dan perhatian ke anak dan suami.
Semoga semua yang dilakukan bisa bernilai ibadah dan insyaAllah anak-anak akan mengerti kook untuk apa ibunya kerjaa.
Banyak juga lho yang ibu bekerja anaknya tetap dapet perhatian kayak gini, jadi anak malah ngeliat kedua orangtua produktif, nantinya itu akan jadi pandangan mereka ke depannya, kalau sebagai manusia kita memang harus bermanfaat, baik di dalam maupun di luar rumah.
Semangat terus yaa 😀
Tulisannya aku buat jadi hitam deh mbak, biar jelas terbaca hehehe….
Yup apapun pilihannya, jadi ibu bekerja atau ibu rumah tangga, yang penting sanggup melakoninya dengan baik, bisa bertanggungjawab dengan pilihannya itu.
Gak semua orang bisa punya kesempatan yang sama dalam hal bekerja di ranah publik. Bisa banyak faktor dan semoga kak Mirna gak galau lagi karena sudah menuliskannya di sini.
Selalu salut dengan para Ibu bekerja. Doa dariku, semoga sehat semuanya..
Karena itu sumber kekuatan terbesar seorang Ibu.
Anak dan suami yang sehat. Diri yang dipenuhi cinta dan ridlo suami dan anak.
Itu aja uda lebih dari cukup menurutku. Kalau ada orang luar berpendapat dan mempertanyakan, gak perlu dijelaskan detailing karena mereka gak pakai sepatu yang sama.
Semoga kak Mirna gak bersedih hati lagi dan tetap semangat jalani hari. Karena surganya kak Mirna ada di ridlo suami.
Barakallahu fiik~
Halo Mbak
Aku justru kadang cukup takjub dengan ibu yang bekerja, karena mereka bisa membagi waktu atau memanage antara pekerjaan dan keluarga.
Sehat sehat ya mbak, ^_^
Semangat mba. Kalau enjoy dengan pekerjaan, lanjut aja mba. Saya resign saat anak kedua, selain alasan keluarga anak, juga suasana kantor yg ga kondusif untuk saya, hopeless sm jenjang karir jd ga semangat heuheu. Apapun pilihannya ada plus minusnya , jd nikmati aja
Keduanya pilihan terbaik kalau bisa membagi waktunya ya mba…akupun dulu sebelum punya anak masih kerja….agak bingung sebenarnya waktu berhenti karena biasa pegang uang sendiri,, tapi lama kelamaan jadi biasa
Sukses terus mba
Memang sensitif banget kalau ada yang tanya ngapain kerja. Pertanyaan yang mungkin biasa saja bagi orang lain, tetapi membekas di hati. Bahkan membuat kita berpura-pura baik-baik saja. Padahal sebagai ibu inginnya 24 jam bareng buah hati do rumah.
Mbak Mirna, semoga dimudahkan segalanya, ya. Kalau mau ditanyain, memang benar mau ibu bekerja atau ibu rumah tangga, selalu ada saja yang orang-orang tanyakan. Padahal bukan nanya serius, padahal basa basi, padahal hanya becanda, tapi tetap saja seperti menonjok uluhati rasanya.
Stay strong, Mbak.
Salut sama ibu rumah tangga tapi juga ngantor. Pasti memiliki manajemen waktu yang teratur dan terarah. Semangat ya mba…
Walaupun gak ngantor tapi aku juga dapat BPJS dan asuransi swasta dari kantor suami xixixi. Memang dilematis ya setelah punya anak, mau full seharian ngurus anak atau setengah hari. Semua ada plus minusnya.
Semangat Ibu bekerja, tak ada yang salah dengan Ibu bekerja. Yang salah adalah mereka yang suka bertanya yang bukan menjadi urusannya tanpa mencoba berempati teradap sesama wanita.
Ga usah dimasukin hati mbak, netizen udah biasa selalu mempertentangkan ibu bekerja vs IRT, ibu lahiran normal vs caesar, Ibu sufor atau asi wahhh hal prinsip yang emang bikin makjleb
Betul mba. Generasi 90an rata2 generasi sandwich.huhu makanya aku setuju aja sih klo org memprioritaskan finansial di usia masih produktif pada zaman skrg. Krn tau rasanya gimana capeknya jd sandgen. Jd memilih untuk menabung demi dana pensiun n bs punya pasif income yg lumayan. Itu yg lg aku usahakan sm suami. Meski kami keliatan kerja di rumah aja. Aku jg keliatan cm IRT biasa tp aslinya kami mikirin banget soal finansial masa kini n masa depan
pilihan dan takdir setiap ibu memang beda-beda ya, mbak. ada yang memilih untuk di rumah dan ada juga yang bekerja. tentunya setiap ibu memiliki alasannya sendiri dengan keputusannya itu
Semangat ibu bekerja. Semangat memberikan manfaat dan berbagi rejeki dari nafkah yang halal ke kepada keluarga ya mak.